Aceh Singkil, wartapolri.com – Hak interplasi yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Singkil kepada Penjabat (Pj) Bupati Martunis telah berlangsung dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Senin 14/11/2022) lalu.
Dalam sidang paripurna tersebut para wakil rakyat Aceh Singkil ini melontarkan berbagai pertanyaan soal keterlanbatan Kepala Daerah menyampaikan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Tahun Anggaran 2023.
Untuk diketahui, Rancangan KUA PPAS baru lengkap diserahkan Kepala Daerah kepada DPRK pada hari Senin, (14/11/2022) kemaren. Diperkirakan pembahasan Rancangan KUA PPAS ini tidak cukup waktu untuk membahasnya.
Semua pertanyaan anggota dewan tersebut telah ditanggapi oleh Pj. Bupati Marthunis dengan cerita soal “Pohon Kinerja”. Pohon Kinerja ini menurut Pj. Bupati adalah alat sistem kerja manajemen ASN sejenis informasi birokrasi. Artinya, Pohon Kinerja merupakan satu alat untuk mengalokasikan kegiatan tujuan apa yang dibangun.
Jawaban Marthunis ini tampaknya tidak memuaskan para wakil rakyat Aceh Singkil tersebut, sehingga atas usulan hampir seluruh anggota dewan, akhirnya sidang paripurna diskor oleh H. Amaliun selaku pimpinan rapat. Kelanjutannya akan ditentukan pada rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRK dalam waktu yang tidak ditentukan.
Jawaban Pj. Bupati atasi Pertanyaan anggota dewan pada sidang paripurna tersebut mendapat tanggapan keras dari Ketua Satu Jaringan Aspirasi Rakyat (Satu Jari) Aceh Singkil, Razaliardi Manik.
Menurutnya, jika dewan tidak merasa puas dengan jawaban Pj. Bupati, maka sebaiknya ditolak saja. Dewan katanya bisa melanjutkan ke Hak Angket dengan melakukan penyelidikan.
Dengan mempergunakan Hak Angket, sebut Razaliardi, dewan langsung bisa melakukan penyelidikan. Apakah terdapat indikasi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan oleh Pj. Bupati.
“Kelihatannya dewan tidak puas dengan jawaban Pj. Bupati. Saya dan teman-teman akan dorong agar dewan mempergunakan Hak Angketnya. Sebab ada indikasi Pj. Bupati Marthunis diduga sengaja memperlambat penyerahan Rancangan KUA PPAS dan Rancangan Qanun APBK Tahun Anggaran 2023”, katanya.
Razaliardi beralasan “Pj. Bupati mustahil tidak tau batas penyerahan Rancangan KUA PPAS dan Rancangan APBK Tahun Anggaran 2023. Apa lagi Marthunis dilantik menjadi Pj. Bupati pada bulan Juli 2022. Waktu untuk beliau, katanya, cukup panjang merumuskan itu.
“Jika ternyata Marthunis sengaja memperlambat penyerahan Rancangan KUA PPAS dan Rancangan Qanun APBK Tahun Anggaran 2023 dengan maksud agar tidak sempat dibahas oleh dewan, maka itu berarti sebut Razaliardi, Pj. Bupati tidak melaksanakan kewajibannya menaati peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 84 tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023,”
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah salah satunya menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pasal 67 jelas Razaliardi, disebutkan Kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. menaati seluruh ketentuan peraturan perundangundangan.
“Menurut hemat saya, yang dimaksud dengan menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan, tentu termasuk didalamnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 84 tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023”, pungkasnya.
Razaliardi menjelaskan, kalau seorang kepala daerah dinyatakan tidak melaksanakan kewajiban, maka kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b, itu berarti dapat dikenakan Pasal 78 (1).
Pasal 78 (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau c. diberhentikan. (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya; b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil. (Tim – Red)